Port-of-Rotterdam

Tekan Kerugian, Kemenhub Batasi Waktu Tunggu Kapal

Pemerintah akan membatasi waktu tunggu kapal dari bersandar di dermaga sampai menurunkan peti kemas di pelabuhan (demurrage) yang sebelumnya membutuhkan waktu 7 hari. 

Kebijakan pengurangan demurrage ini dilakukan sebagai upaya mempersingkat waktu bongkar muat di pelabuhan (dwelling time) dan tentunya bisa menekan biaya logistik dalam negeri.

Dalam keterangannya di Jakarta(30/3/2016), Menteri Perhubungan Ignasius Jonan mengatakan, “Kalau dwelling time memakan waktu 3 hari, kemudian demurrage-nya 7 hari ya sama saja.”

Menurut Jonan, demurrage menjadi salah satu sektor logistik yang juga akan dibereskan pemerintah. Asosiasi Pemilik Pelayaran Nasional Indonesia (INSA) sering mengeluh terhadap masalah tersebut walaupun tidak sampai dikeluarkan ke publik.

Untuk menekan demurrage, lanjut Jonan, antara lain dengan meningkatkan standar pelayanan pelabuhan komersial. Contohnya, dengan menentukan standar waktu kapal sandar (berthing) hingga waktu bongkar muat.

Menhub Jonan pun juga menyadari pastinya akan ada penolakan dari pengelola pelabuhan besar terhadap usulan pembatasan waktu sandar kapal. Untuk mengantisipasi hal tersebut, Jonan melakukan pemangkasan biaya yang dikenakan oleh pengelola terminal peti kemas kepada pengguna jasa atau Terminal Handling Charge(THC) hingga sebesar 50 persen.

Penerapan THC pelabuhan di Indonesia selama ini memperhitungkan biaya pelayanan peti kemas (container handling charge/CHC) dan biaya tambahan lainnya.

Sementara itu di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal DPP INSA Budhi Halim menjelaskan, “Selama ini Kemenhub belum memiliki payung hukum yang jelas tentang proses demurrage di pelabuhan. Sehingga perusahaan pelayaran sulit mengukur atau mengklaim demurrage karena belum ada Surat Edaran ataupun aturan terkait.”

“Kami akan meminta Pak Jonan segera mengeluarkan surat edaran itu,” ujar Budhi Halim.

Budhi juga mengatakan bahwa proses demurrage di tiap pelabuhan bervariasi, biasanya membutuhkan waktu satu hingga dua minggu. Saat ini, rata-rata demurrage sudah mulai turun menjadi empat hari seiring dengan upaya menekan dwelling time yang dilakukan pemerintah. Lamanya demurrage biasanya disebabkan oleh ketidaksiapan pelabuhan untuk menerima kapal sandar yang akan melakukan bongkar muat.

“Dengan adanya aturan, kalau kita mau sandar tapi pelabuhan tidak siap, kita bisa klaim demurrage. Yang kemarin kita tidak bisa klaim karena tidak ada aturannya,” imbuh Budhi.

Padahal, semakin lama kapal mengantre untuk bongkar muat, perusahaan pelayaran tentunya akan merugi. Perusahaan pelayaran bisa mengalami kerugian US$1 per satu deadweighttonne (DWT) kapal per hari jika kapal tidak beroperasi karena mengantre untuk bersandar.

Write a Comment